post2708-pic1

Merdeka, in the midst of a pandemic

On the 31st of August 2021, Malaysia will celebrate 64 years of independence. Over the last two years, the usual fanfare associated with the occasion (among others) has been replaced with quieter celebrations at home under what seems to be a perpetual state of lockdown.

Warga berjalan dengan membawa nisan keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Berdasarkan data Worldometer, Indonesia resmi masuk empat besar kasus aktif COVID-19 terbanyak di seluruh dunia, pada Kamis (15/7/2021) kasus aktif di Indonesia mencapai 480.199 kasus, melampaui Rusia yang tercatat 457.250 kasus, Indonesia juga jauh melampaui India yang tercatat 432.011 kasus. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

Penanganan Corona di RI Peringkat 69 dari 180 Negara, Malaysia 160

Penanganan pandemi corona di Indonesia memang masih jauh dari kata sempurna. Apalagi jika melihat polemik soal angka kematian yang dicoret sementara dari indikator penanganan corona.

Pemerintah berdalih data yang tertumpuk menimbulkan distorsi pada analisis terhadap level PPKM di daerah. Oleh sebab itu, pemerintah akan kembali memasukkan indikator kematian apabila datanya sudah rapi.

Lantas, bagaimana sebetulnya kualitas penanganan corona di Indonesia?

Berdasarkan data yang disajikan oleh Global COVID-19 Indeks (GCI), Indonesia tak masuk ke dalam peringkat 50 besar dalam urusan penanganan pandemi. Nilai indeks pemulihan Indonesia adalah 54,34 dan ada di peringkat ke-69 dari 180 negara di dunia.

Indonesia masih kalah dengan Madagaskar yang berada di peringkat ke-66. Selain itu, Indonesia juga tertinggal dari Filipina yang berada di peringkat ke-59. Penanganan corona di Tanah Air juga ada di bawah India yang berada di peringkat ke-43.

Meski demikian, penanganan corona di Indonesia jauh lebih baik dari Malaysia. Negeri jiran tersebut ada di peringkat ke-160.

Sementara itu, peringkat teratas ada Singapura dengan nilai 87,94. Diikuti oleh China dengan nilai 85,29.

CGI sendiri merupakan tools yang dibuat oleh perusahaan konsultan PEMANDU yang berbasis di Malaysia. Konsultan itu berkolaborasi dengan Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi Malaysia dan WHO untuk menyajikan data seberapa baik performa satu negara dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pemeringkatan tersebut pun bersifat real time.

Lantas bagaimana metodologinya?

Tujuan GCI menyajikan data-data ini adalah untuk memungkinkan negara-negara untuk membandingkan kinerja relatif mereka dengan negara-negara lain, sehingga kemudian memungkinkan identifikasi praktik terbaik yang sesuai dari negara-negara yang berhasil.

GCI menggunakan metode minimal-maksimum dengan menetapkan nilai indeks antara 0-100. Kemudian nilai indeks tersebut dijadikan ke dalam skor antara 1-5. Skor 5 menunjukkan peroleh terbesar sementara 1 adalah yang terkecil.

GCI sendiri membagi penilaiannya berdasarkan 2 variabel, yakni pemulihan dan keparahan. Kedua variabel ini merupakan kombinasi dari analisa GCI dan WHO serta Disaster Risk Management Knowledge Centre (DRMKC) INFORM Risk Index Uni Eropa dengan proporsi 70 persen GCI dan 30 persen WHO dengan Uni Eropa.

Dalam konteks pemulihan, skor 5 menandakan bahwa negara tersebut punya nilai indeks yang tinggi. Indeks tersebut menggambarkan bahwa suatu negara punya kinerja yang paling baik menuju pemulihan.

Sementara dalam konteks keparahan, skor 5 menandakan bahwa negara nilai indeks tinggi yang menggambarkan bahwa suatu negara punya tengah dalam keadaan yang buruk dalam menghadapi pandemi COVID-19.

 

Source: kumparan

Read the full article here.